Teknik Pembuatan Sediaan Suppositoria
2.1 Definisi Supositoria
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, Supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rectal, vagina atau uretra.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, Supositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur, umumnya berbentuk torepedo dapat melarut, melunak atau meleleh pada subu tubuh.
2.1.1 Macam-Macam Suppositoria
Berdasarkan tempat pemberiannya suppositoria dibagi menjadi:
a. Suppositoria untuk rectum (rectal)
Suppositoria untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari tangan. Biasanya suppositoria rektum panjangnya ± 32 mm (1,5 inchi), dan berbentuk silinder dan kedua ujungnya tajam. Bentuk suppositoria rektum antara lain bentuk peluru, torpedo atau jari-jari kecil, tergantung kepada bobot jenis bahan obat dan basis yang digunakan. Beratnya menurut USP sebesar 2 gram untuk yang menggunakan basis oleum cacao (Ansel,2005 ).
b. Suppositoria untuk vagina (vaginal)
Suppositoria untuk vagina disebut juga pessarium biasanya berbentuk bola lonjong atau seperti kerucut, sesuai kompendik resmi beratnya 5 gram apabila basisnya oleum cacao.
c. Suppositoria untuk saluran urin (uretra)
Suppositoria untuk untuk saluran urin juga disebut bougie, bentuknya rampiung seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan kesaluran urin pria atau wanita. Suppositoria saluran urin pria bergaris tengah 3-6 mm dengan panjang ± 140 mm, walaupun ukuran ini masih bervariasi satu dengan yang lainnya. Apabila basisnya dari oleum cacao beratnya ± 4 gram. suppositoria untuk saluran urin wanita panjang dan beratnya ½ dari ukuran untuk pria, panjang ± 70 mm dan beratnya 2 gram, inipun bila oleum cacao sebagai basisnya.
d. Suppositoia untuk hidung dan telinga
Suppositoia untuk hidung dan telinga yang disebut juga kerucut telinga, keduanya berbentuk sama dengan suppositoria saluran urin hanya ukuran panjangnya lebih kecil, biasanya 32 mm. suppositoria telinga umunya diolah dengan suatu basis gelatin yang mengandung gliserin. Seperti dinyatakan sebelumnya, suppositoria untuk obat hidung dan telinga sekarang jarang digunakan.
2.1.3 Keuntungan dan Kerugian Supositoria
Keuntungan Supositoria:
a. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung
b. Dapat menghindari keruskan obat oleh enzim pencernaan dan asam lambung
c. Obat dapat masuk langsung kedalam saluran darah sehingga obat dapat berefek lebih cepat daripada penggunaan obat peroral
d. Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar
Kerugian Supositoria
a. Pemakaiannya tidak menyenangkan
b. Tidak dapat disimpan pada suhu ruang
2.1.4 Tujuan penggunaan suppositoria yaitu :
a. Supositoria dipakai unjtuk pengobtan local,baik di dalam rectum,vagina,atau uretra,seperti pada penyakit haemorroid/wasir/ambeien,dan infeksi lainnya.
b. Cara rectal juga digunakan untuk distribusi sistemik,karena dapat diserap oleh membran mukosa dalam rectum .
c. Jika penggunaan obat secara oral tidak memungkinkan,misalnya pada pasien yang mudah muntah atau pasien yang tidak sadarkan diri.
d. Aksi kerja awal akan cepat diperoleh,karena obat diabsorpsi melalui mukosa rectum dan langsung masuk dalam sirkulasi darah.
e. Agar terhindar dari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia di dalam hati.
2.2 Basis suppositoria
Sediaan supositoria ketika dimasukkan dalam lubang tubuh akan melebur, melarut dan terdispersi. Dalam hal ini, basis supositoria memainkan peranan penting. Maka dari itu basis supositoria harus memenuhi syarat utama, yaitu basis harus selalu padat dalam suhu ruangan dan akan melebur maupun melunak dengan mudah pada suhu tubuh sehingga zat aktif atau obat yang dikandungnya dapat melarut dan didispersikan merata kemudian menghasilkan efek terapi lokal maupun sistemik. Basis supositoria yang ideal juga harus mempunyai beberapa sifat seperti berikut :
1. Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi.
2. Dapat bercampur dengan bermacam-macam obat.
3. Stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna dan bau serta pemisahan obat.
4. Kadar air mencukupi.
5. Untuk basis lemak, maka bilangan asam, bilangan iodium dan bilangan penyabunan harus diketahui jelas.
2.2.1 Persayaratan basis Suppositoria
1. Secara fisiologi netral ( tidak menimbulkan rangsangan pada usus, hal ini dapat disebabkan oleh massa yang tidak fisiologis ataun tengik, terlallu keras, juga oleh kasarnya bahan obat yang diracik)
2. Secara kimia netral (tidak tersatukan dengan bahan obat)
3. Tanpa alotropisme (modifikasi yang tidak stabil)
4. Interval yang rendah antara titik lebur dan titik beku (pembekuan dapat berlangsung cepat dalam cetakan,kontraksibilitas baik, mencegah pendinginan mendaak dalam cetakan)
5. Interval yang rendah antara titik lebur mengalir denagn titik lebur jernih (ini dikarenakan untuk kemantapan bentuk dan daya penyimpanan, khususnya pada suhu tinggi sehingga tetap stabil).
2.2.2 Macam-macam basis Suppositoria.
1. Basis berlemak, contohnya : oleum cacao.
2. Basis lain, pembentuk emulsi dalam minyak :campuran tween dengan gliserin laurat.
3. Basis yang bercampur atau larut dalam air, contohnya : gliserin-gelatin, PEG (polietien glikol).
2.2.3 Bahan dasar supositoria
1. Bahan dasar berlemak : oleum cacao
Lemak coklat merupakan trigliserida berwarna kekuninagan, memiliki bau yang khas dan bersifat polimorf (mepunyai banyak bentuk krital). Jika dipanaskan pada suhu sektiras 30°C akan mulai mencair dan biasanya meleleh sekitar 34°-35°C, sedangkan dibawah 30°C berupa massa semipadat. Jika suhu pemanasannya tinggi, lemak coklat akan mencai sempurna seperti minyak dan akan kehilangan semua inti Kristal metastabil.
Ø Keuntungan oleum cacao :
a. Dapat melebur pada suhu tubuh
b. Dapat memadat pada suhu kamar
Ø Kerugian oleum cacao :
a. Tidak dapat bercampur dengan cairan sekresi (cairan pengeluaran).
b. Titik leburnya tidak menentu, kadang naik dan kadang turun apabila ditambahkan dengan bahan tertentu.
c. Meleleh pada udara yang panas.
2. PEG (Polietilenglikol)
PEG merupakan etilenglikol terpolimerisasi dengan bobot molekul antara 300-6000. Dipasaran terdapat PEG 400 (carbowax 400). PEG 1000 (carbowax 1000), PEG 1500 (carbowax 1500), PEG 4000 (carbowax 4000), dan PEG 6000 (carbowax 6000). PEG di bawah 1000 berbentuk cair, sedangkan di atas 1000 berbentuk padat lunak seperti malam. Formula PEG yang dipakai sebagai berikut:
1. Bahan dasar tidak berair : PEG 4000 4% (25%) dan PEG 1000 96% (75%)
2. Bahan dasar berair : PEG 1540 30%, PEG 6000 50% dan aqua+obat 20%
Titik lebur PEG antara 35°-63°C, tidak meleleh pada suhu tubuh tetapi larut dalam cairan sekresi tubuh.
· Keuntungan menggunakan PEG sebagai basis supositoria, antara lain:
1. Tidak mengiritasi atau merangsang
2. Tidak ada kesulitan dengan titik leburnya, jika dibandingkan dengan oleum cacao
3. Tetap kontak dengan lapisan mukosa karena tidak meleleh pada suhu tubuh
· Kerugian jika digunakan sebagai basis supositoria, antara lain :
1. Menarik cairan dari jaringan tubuh setelah dimasukkan, sehingga timbul rasa yang menyengat. Hal ini dapat diatasi dengan cara mencelupkan supositoria ke dalam air dahulu sebelum digunakan.
2. Dapat memperpanjang waktu disolusi sehingga mengahambat pelepasan obat.
Pembuatan supositoria dengan PEG dilakukan dengan melelehkan bahan dasar, lalu dituangkan ke dalam cetakan seperti pembuatan supositoria dengan bahan dasar lemak coklat
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Absobsi obat per rektal
Rektum mengandung sedikit cairan dengan PH 7,2 dan kapasitas dapar rendah. Epitel rektum sifatnya berlipoid (berlemak) maka diutamakan permeabel terhadap obat yang tidak terionisasi (obat yang mudah larut lemak.
2.4 Nilai Tukar
Pada pembuatan supositoria menggunakan cetakan, volume supositoria harus tetap. Tetapi, bobotnya beragam tergantung pada jumlah dan bobot jenis yang dapat diabaikan, misalnya ekstrak belladonea dan garam alkaloid.
Nilai tukar dimaksudkan untuk mengetahui bobot minyak cokelat yang mempunyai volume yang sama dengan 1g obat.
Nama Obat
|
Nilai tukar ol cacao per 1g
|
Acidum boricum
|
0.65
|
Garam alkaloid
|
0.7
|
Bismuth subgallas
|
0.37
|
Ichtam molum
|
0.72
|
Tanninum
|
0.68
|
Aethylis aminobenzoas
|
0.68
|
Aminoplhylinum
|
0.86
|
Bismuth subnitras
|
0.20
|
Sulfonamidum
|
0.60
|
Zinci oxydum
|
0.25
|
Dalam praktik, nilai tukar beberapa obat adalah 0.7 kecuali untuk garam bismuth dan zink oksida. Untuk larutan nilai tukarnya dianggap satu. Jika supositoria mengandung obat atau zat padat yang banyak, pengisisan pada cetakan berkurang dan jika dipenuhi dengan campuran massa, akan diperoleh jumlah obat yang melebihi dosis. Oleh sebab itu, untuk membuat supositoria yang sesuai dapat dilakukan dengan cara menggunakan perhitungan nilai tukar (Syamsuni hal 161).
2.5 Uji Bahan Aktif
1. Titik lebur
Titik lebur adalah suhu di mana zat yang kita uji pertama kali melebur atau meleleh seluruhnya yang ditunjukan pada saat fase padat cepat hilang. Dalam analisa farmasi titik lebur untuk menetapkan karakteristik senyawa dan identifikasi adanya pengotor. Untuk uji titik lebur di butuhkan alat pengukuran titik lebur yaitu, Metting Point Apparatus (MPA) alat ini digunakan untuk melihat atau mengukur besarnya titik lebur suatu zat.
2. Bobot jenis
Bobot jenis adalah perbandingan bobot jenis udara pada suhu 25 terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot jenis dengan bobot air dalam piknometer. Lalu dinyatakan lain dalam monografi keduanya ditetapkan pada suhu 25. (FI IV hal 1302). Bobot jenis dapat digunakan untuk :
§ Mengetahui kepekaan suatu zat
§ Mengetahui kemurniaan suatu zat
§ Mengetahui jenis zat
Alat yang digunakan untuk mengukur bobot jenis.
Piknometer untuk menentukan bobot jenis zat padat dan zat cair. Zat padat berbeda dengan zat cair, zat padat memiliki pori dan rongga sehingga berat jenis tidak dapat terdefenisi dengan jelas. Berat jenis sejati merupakan berat jenis yang dihitung tanpa pori atau rongga ruang. Sedangkan berat jenis nyata merupakan berat jenis yang di hitung sekaligus degan porinya sehingga nyata < sejati.
2.6 Metode Pembuatan
Pembuatan supositoria secara umum yaitu bahan dasar supositoria yang digunakan dipilih agar meleleh pada suhu tubuh atau dapat larut dalam bahan dasar, jika perlu dipanaskan. Jika obat sukar larut dalam bahan dasar, harus dibuat serbuk halus. setelah campuran obat dan bahan dasar meleleh atau mencair, tuangkan ke dalam cetakan supositoria kemudian didinginkan. Tujuan dibuat serbuk halus untuk membantu homogenitas zat aktif dengan bahan dasar.
Cetakan suppositoria terbuat dari besi yang dilapisi nikel atau logam lainnya, namun ada juga yang terbuat dari plastik. Cetakan ini mudah dibuka secara longitudinal untuk mengeluarkan supositoria. Untuk mengatasi massa yang hilang karena melekat pada cetakan, supositoria harus dibuat berlebih (±10%), dan sebelum digunakan cetakan harus dibasahi lebih dahulu dengan parafin cair atau minyak lemak, atau spiritus sapotanus (Soft Soap liniment) agar sediaan tidak melekat pada cetakan. Namun, spiritus sapotanus tidak boleh digunakan untuk supositoria yang mengandung garam logam karena akan bereaksi dengan sabunnya dan sebagai pengganti digunakan oleum recini dalam etanol. Khusus supositoria dengan bahan dasar PEG dan Tween bahan pelicin cetakan tidak diperlukan, karena bahan dasar tersebut dapat mengerut sehingga mudah dilepas dari cetakan pada proses pendinginan.
Metode pembuatan supositoria :
a. Dengan tangan
Yaitu dengan cara menggulung basis suppositoria yang telah dicampur homogen dan mengandung zat aktif, menjadi bentuk yang dikehendaki. Mula-mula basis diiris, kemudian diaduk dengan bahan-bahan aktif dengan menggunakan mortir dan stamper, sampai diperoleh massa akhir yang homogen dan mudah dibentuk. Kemudian massa digulung menjadi suatu batang silinder dengan garis tengah dan panjang yang dikehendaki. Amilum atau talk dapat mencegah pelekatan pada tangan. Batang silinder dipotong dan salah satu ujungnya diruncingkan.
b. Dengan mencetak kompresi
Hal ini dilakukan dengan mengempa parutan massa dingin menjadi suatu bentuk yang dikehendaki. Suatu roda tangan berputar menekan suatu piston pada massa suppositoria yang diisikan dalam silinder, sehingga massa terdorong kedalam cetakan.
c. Dengan mencetak tuang
Pertama-tama bahan basis dilelehkan, sebaiknya diatas penangas air atau penangas uap untuk menghindari pemanasan setempat yang berlebihan, kemudian bahan-bahan aktif diemulsikan atau disuspensikan kedalamnya. Akhirnya massa dituang kedalam cetakan logam yang telah didinginkan, yang umumnya dilapisi krom atau nikel.
2.7 Pengemasan Supositoria
a. Supositoria gliserin dan supositoria gelatin gliserin umumnya dikemas dalam wadah gelas ditutup rapat supaya encegah perubahan kelembapan dalam isi supositoria.
b. Supositoria yang diolah dengan basis oleum cacao biasanya dibungkus terpisah-pisah atau dipisahkan satu sama lain pada celah-celah dalam kotak untuk mencegah perekatan.
c. Supositoria dengan kandungan obat yang sedikit lebih pekat biasnya dibungkus satu per satu dalam bahan tidak tembus cahaya seperti lembaran metal (alumunium foil)
2.8 Evaluasi Sediaan
Pengujian sediaan supositoria yang dilakukan sebagai berikut:
1. Uji homogenitas
Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah bahan aktif dapat tercampur rata dengan bahan dasar suppo atau tidak, jika tidak dapat tercampur maka akan mempengaruhi proses absorbsi dalam tubuh. Obat yang terlepas akan memberikan terapi yang berbeda. Cara menguji homogenitas yaitu dengan cara mengambil 3 titik bagian suppo (atas-tengah-bawah atau kanan-tengah-kiri) masing-masing bagian diletakkan pada kaca objek kemudian diamati dibawah mikroskop, cara selanjutnya dengan menguji kadarnya dapat dilakukan dengan cara titrasi.
2. Bentuk
Bentuk suppositoria juga perlu diperhatikan karena jika dari bentuknya tidak seperti sediaan suppositoria pada umunya, maka seseorang yang tidak tahu akan mengira bahwa sediaan tersebut bukanlah obat. Untuk itu, bentuk juga sangat mendukung karena akan memberikan keyakinan pada pasien bahwa sediaa tersebut adalah suppositoria. Selain itu, suppositoria merupakan sediaan padat yang mempunyai bentuk torpedo.
3. Uji waktu hancur
Uji waktu hancur ini dilakukan untuk mengetahui berapa lama sediaan tersebut dapat hancur dalam tubuh. Cara uji waktu hancur dengan dimasukkan dalam air yang di set sama dengan suhu tubuh manusia, kemudian pada sediaan yang berbahan dasar PEG 1000 waktu hancurnya ±15 menit, sedangkan untuk oleum cacao dingin 3 menit. Jika melebihi syarat diatas maka sediaan tersebut belum memenuhi syarat untuk digunakan dalam tubuh. Mengapa menggunakan media air ? dikarenakan sebagian besar tubuh manusia mengandung cairan.
4. Keseragaman bobot
Keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui apakah bobot tiap sediaan sudah sama atau belum, jika belum maka perlu dicatat. Keseragaman bobot akan mempengaruhi terhadap kemurnian suatu sediaan karena dikhawatirkan zat lain yang ikut tercampur. Caranya dengan ditimbang saksama 10 suppositoria, satu persatu kemudian dihitung berat rata-ratanya. Dari hasil penetapan kadar, yang diperoleh dalam masing-masing monografi, hitung jumlah zat aktif dari masing-masing 10 suppositoria dengan anggapan zat aktif terdistribusi homogen. Jika terdapat sediaan yang beratnya melebihi rata-rata maka suppositoria tersebut tidak memenuhi syarat dalam keseragaman bobot. Karena keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui kandungan yang terdapat dalam masing-masing suppositoria tersebut sama dan dapat memberikan efek terapi yang sama pula.
5. Uji titik lebur
Uji ini dilakukan sebagai simulasi untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan sediaan supositoria yang dibuat melebur dalam tubuh. Dilakukan dengan cara menyiapkan air dengan suhu ±37°C. Kemudian dimasukkan supositoria ke dalam air dan diamati waktu leburnya. Untuk basis oleum cacao dingin persyaratan leburnya adalah 3 menit, sedangkan untuk PEG 1000 adalah 15 menit.
6. Kerapuhan
Supositoria sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu keras yang menjadikannya sukar meleleh. Untuk uji kerapuhan dapat digunakan uji elastisitas. Supositoria dipotong horizontal. Kemudian ditandai kedua titik pengukuran melalui bagian yang melebar, dengan jarak tidak kurang dari 50% dari lebar bahan yang datar, kemudian diberi beban seberat 20N (lebih kurang 2kg) dengan cara menggerakkan jari atau batang yang dimasukkan ke dalam tabung.
7. Volume Distribusi
Volume distribusi (Vd) merupakan parameter untuk untuk menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh dengan kadar plasma atau serum. Volume distribusi ini hanyalah perhitungan volume sementara yang menggambarkan luasnya distribusi obat dalam tubuh.
Tubuh dianggap sebagai 1 kompartemen yang terduru dari plasma atau serum, dan Vd adalah jumlah obat dalam tubuh dibagi dengan kadarnya dalam plasma atau serum.
Keterangan :
· X = jumlah obat dalam tubuh
· C = kadar obat dalam plasma atau serum
· DIV = dosis obat dalam pemberian IV
· Doral = dosis obat dalam pemberian oral
· F = fraksi dosis oral yang mencapai peredaran darah sistemik dalam bentuk aktif.
= bioavailabilitas absolute obat oral
· Co= kadar plasma atau serum pada waktu T = 0 (ekstrapolasi garis eliminasi ke t = 0 )
Besarnya Vd ditentukan oleh ukuran dan komposisi tubuh, kemampuan molekul obat memasuki berbagai kompartemen tubuh, dan derajat ikatan obat dengan protein plasma dan dengan berbagai jaringan. Obat yang tertimbun dalam jaringan mempunyai kadar dalam plasma yang rendah sekali sedangkan Vd nya besar (misalnya, digoksin). Untuk obat yang terikat dengan kuat pada protein plasma mempunyai kadar plasma yang cukup tinggi dan mempunyai Vd yang kecil (misalnya, warfarin, tolbutamid dan salisilat).
2.9 Monografi
Monografi bahan dalam pembuatan sediaan supositorian adalah sebagai berikut:
1. Aminophyllinum, Teofilin Etilendiamin (FI IV hal 90)
· Pemerian : butir atau serbuk putih atau agak kekuningan, bau ammonia lemah, rasa pahit. Jika dibiarkan di udara terbuka, perlahan-lahan kehilangan etilenadiamina dan menyerap karbon dioksida dengan melepaskan teofilin. Larutan bersifat basa terhadap kertas lakmus.
· Kelarutan : tidak larut dalam etanol dan dalam eter. Larutan 1 g dalam 25 air menghasilkan larutan jernih, larutan 1 g dalam 5 ml air menghablur jika didiamkan dan larut kembali jika ditambah sedikit etilenadiamina.
· Khasiat : obat asma
2. Bisakodil, Bisacodylum (FI IV hal 144)
· Pemerian : serbuk hablur, putih sampai hampir putih, terutama terdiri dari partikel dengan diameter terpanjang lebih kecil dari 50 µm.
· Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, larut dalam kloroform, dan dalam benzene, agak sukar larut dalam etanol dan dalam methanol, sukar larut dalam eter.
· Khasiat : Obat laksativum atau memperlancar BAB
3. Oleum Cacao (FI-III hal 453)
Lemak coklat adalahcoklat padat yang diperoleh dengan pemerasan panas biji Theo Broma Cacao L. Yang telah dikupas / dipanggang.
· Pemerian : lemak padat, putih kekuningan, bau khas aromatic, rasa khas lemak agak rapuh.
· Kelarutan : sukar larut dalam etanol (95 %)P, mudah larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam eter minyak tanah P.
· Suhu lebur : 310 – 340 C.
· Khasiat : Zat tambahan.
2.9.1 Alasan Pemilihan Bahan
Alasan pemilihan bahan pada pembuatan sediaan supositoria adalah sebagai berikut:
1. Aminophyllinum
Aminophyllinum merupakan bahan obat yang berkhasiat untuk mengobati asma atau sebagai brokodilator pada penderita asma. Aminophyllinum dalam sediaan sipositoria merupakan sediaan yang memberikan efek terapi lebih cepat dibandingkan dengan sediaan yang lain. Hal ini karena kerja obat sediaan supositoria memiliki rute pemberian yang lebih pendek daripada sediaan oral.
2. Bisakodil
Bisakodil merupakan laksansia kontak populer yang bekerja langsung terhadap dinding usus besar (colon) dengan memperkuat peristaltiknya. Tinja pun menjadi lunak. Dalam usus halus bisakodil diresorpsi sampai 50% dan pada penggunaan rectal setelah k.l. 30 menit. Obat yang diberikan secara rectal ini dapat merangsang selaput lender rectum. Obat ini tidak boleh digunakan bersamaan dengan susu atau zat-zat yang bereaksi alkalis (antasida) karena bisa merusak lapisan enteric-coating dari tablet. Dosis supositoria 10 mg (asetat) pada pagi hari.
4. Oleum Cacao
Oleum Cacao berdaya guna dalam melepaskan zat aktif daripada yang lain, karena mempunyai titik lebur pada suhu 31°-34°. Dibuat dalam bentuk suppositoria ditujukan untuk melebur pada suhu tubuh, karena oleum digunakan sebagai bahan dasar suppo yang ketambahan zat aktif, jadi titik leburnya akan menjadi 35°-37°. Obat yang larut dalam air yang dicampur dengan oleum cacao, pada umumnya member hasil pelepasan yang baik. (Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi: 581)
BAB III
METODOLOGI KERJA
3.1 Formulasi
1. Formulasi satu
R / Aminophylin 250 mg
Ol. Cacao qs
2. Formulasi Dua
R / Bisakodil 5 mg
Ol. Cacao qs
Alat dan Bahan
Alat :
1. Timbangan, anak timbangan, p
2. Perkamen
3. Cawan porselen
4. Sendok tanduk
5. Sudip
6. Batang pengaduk
7. Mortir
8. Stamper
9. Alumunium foil
10. Serbet
11. Pencetak supositoria
Bahan :
1. Aminofillin
2. Bisakodil
3. Oleum cacao
3.2 Perhitungan Bahan
1. Formulasi pertama
a. Aminophyllinum
Nilai tukar : 0,86
· Amino yang diperlukan = 2 x 0,25 g = 0,5 g
· Berat suppo = 2 x 2 g = 4 g
· Nilai tukar = 0,5 g x 0,86 = 0,43 g
· lemak yang dibutuhkan = 4 g – 0,43g = 3.57 g
· Tambahan lemak 10% = 10/100 x 3.57 g = 0.357 g
· Jadi, tambahan lemak menjadi = 3.57 g + 0.357 g = 3.927 g
2. Formulasi kedua
a. Bisakodil
Nilai tukar : 0,7
· Bisakodil yang diperlukan = 2 x 0,005 g = 0,01 g
· Pengenceran Bisakodil :
ü Bisakodil = 50 mg
ü SL = 250 mg
ü Yang diambil = 10 mg/50 mg x 300 mg = 60 mg
ü Berat SL = 60 mg – 10 mg = 50 mg
· Berat suppo = 2 x 2 g = 4 g
· Nilai tukar = 0,01 g x 0,7 = 0,007 g
· Lemak yang dibutuhkan = 2 g – (0,007g + 0,050 g) = 3,9343 g
· Tambahan lemak 10% = 10/100 x 3,9343 g = 0,3943 g
· Jadi, tambahan lemak menjadi = 3,943 g + 0,3943 g = 4,3373 g
3.3 Cara Pemuatan
Resep 1 (Aminophyllinum)
1. Disiapkan alat, bahan dan disetarakan timbangan,
2. Ditimbang amiophyllium 0.5 g masukkan mortar digerus halus lalu disisihkan,
3. Ditimbang ol.cacao 3.297 g ditimbangan kasar, lalu dileburkan diatas penangas. Setelah melebur, diangkat,
4. Dimasukkan aminopyllinum no.2 kedalam cawan porselen yang berisi leburan ol.cacao, diaduk ad homogen.
5. Disiapkan cetakan suppositoria sebelum cetakan digunkan diolesi paraffin terlebih dahulu dengan mengnakan kuas,
6. Dituang sediaan dalam cetakan yang sudah siap,
7. Ditunggu sebenter hingga dingin kemudian dimasukkan kedalam kulkas,
8. Disiapkan alumunium foil sebagai pembungkus suppo, setelah suppositoria mengeras dikeluakan suppositoria dari cetakan lalu dibungkus dengan alumunium foil.
9. Dimasukkan dalam plastik dan beri etiket biru.
b. Resep 2 (Bisakodil)
10. Disiapkan alat, bahan dan disetarakan timbangan,
11. Ditimbang Bisakodil dengan pengenceran (ditambahkan SL) 60 mg di timbangan halus, lalu dituang dalam mortir, digerus halus lalu disisihkan,
12. Ditimbang ol.cacao 4,3373g ditimbangan kasar, lalu dileburkan diatas penangas. Setelah melebur, diangkat,
13. Dimasukkan bisakodil hasil no.2 kedalam cawan porselen yang berisi leburan ol.cacao, diaduk ad homogen.
14. Disiapkan cetakan suppositoria sebelum cetakan digunkan diolesi paraffin terlebih dahulu dengan mengnakan kuas,
15. Dituang sediaan dalam cetakan yang sudah siap,
16. Ditunggu sebenter hingga dingin kemudian dimasukkan kedalam kulkas,
17. Disiapkan alumunium foil sebagai pembungkus suppo, setelah suppositoria mengeras dikeluakan suppositoria dari cetakan lalu dibungkus dengan alumunium foil.
18. Dimasukkan dalam plastik dan beri etiket biru.
Assalamu'alaikum Warohmatulohi Wabarakatuh
ReplyDeleteKak bgaimana cra pembuatan resep sediaan suppositoria
R/Salsilamida 0.5
Basis PEG q.s
m.f.supp.No.I
S.prn.supp.I
Pro: mentari
Usia : 9 tahun